Lebih dari 1.200 Situs Warisan Dunia diakui secara global.
Paris, Suarathailand- Kepala UNESCO, Audrey Azoulay, memperingatkan pariwisata yang tak terkendali dan perubahan iklim mempercepat kerusakan Situs Warisan Dunia di seluruh dunia. Ia menyerukan tindakan segera dan solusi berkelanjutan.
Sidang ke-47 Komite Warisan Dunia UNESCO resmi dibuka pada 6 Juli di kantor pusat organisasi tersebut di Paris, Prancis. Diselenggarakan di bawah kepemimpinan Bulgaria. Sidang ini berlangsung hingga 16 Juli 2025, dengan Bulgaria memainkan peran utama dalam proses tahun ini.
Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, menyampaikan pidato pembukaan pada 7 Juli, didampingi oleh Menteri Kebudayaan Bulgaria, Marian Bachev, dan Prof. Nikolay Nenov, Ketua Komite Warisan Dunia.
Pidato Azoulay menggarisbawahi peran sentral Konvensi Warisan Dunia — yang kini telah berusia lebih dari 50 tahun — dalam mempromosikan perdamaian dengan melindungi, mewariskan, dan meningkatkan nilai warisan budaya dan alam.
-Lebih dari 1.200 Situs Warisan Dunia diakui secara global-
Azoulay menyoroti kutipan dari peraih Nobel Bulgaria, Elias Canetti: "Pengakuan dan transmisi keragaman manusia merupakan inti dari sebuah cita-cita fundamental — yang harus dipupuk dan dikembangkan secara berkelanjutan." — sebuah sentimen yang mencerminkan semangat konvensi tersebut.
Dengan 196 negara penandatangan, Konvensi Warisan Dunia merupakan salah satu perjanjian yang paling banyak diratifikasi di dunia. Saat ini, konvensi ini mengakui lebih dari 1.200 Situs Warisan Dunia yang mencakup hampir 4,8 juta kilometer persegi, sebuah perluasan yang signifikan sejak 12 situs pertama diresmikan pada tahun 1978.
-Perubahan iklim mengancam sepertiga situs alam-
Azoulay juga membahas tantangan kontemporer yang mendesak, khususnya dampak perubahan iklim, yang kini mengancam sebagian besar warisan dunia.
Menurut UNESCO, sepertiga Situs Warisan Dunia alam dan seperlima situs budaya saat ini berada di bawah ancaman serius akibat pemanasan global. Di Mediterania, hampir dua pertiga kota warisan budaya mengalami kondisi cuaca ekstrem.
Sementara hampir tiga perempat dari seluruh Situs Warisan Dunia menghadapi risiko signifikan terkait air, mulai dari kekeringan hingga banjir.
Sesi tahun ini, ujarnya, bertujuan untuk menegaskan kembali Konvensi Warisan Dunia sebagai komitmen multilateral yang nyata dan tangguh — di mana budaya harus memainkan peran penting dalam mengatasi krisis dunia modern.
-UNESCO memperingatkan tentang pariwisata berlebih-
Azoulay menyoroti pariwisata berlebih sebagai masalah global yang terus berkembang. Dengan destinasi-destinasi populer yang menghadapi tekanan yang semakin meningkat, UNESCO telah menerapkan strategi 'Pariwisata Berkelanjutan' sejak tahun lalu untuk mengatasi masalah tersebut.
Pendekatan ini mencakup rencana pengelolaan pengunjung yang disesuaikan untuk masing-masing situs, pengembangan pusat pengunjung yang inovatif, dan penciptaan rute budaya yang beragam — semuanya bertujuan untuk mengurangi tekanan pada lokasi-lokasi yang terbebani.
-Meningkatnya konflik menempatkan Warisan Dunia dalam bahaya-
Azoulay juga menyuarakan kekhawatiran atas meningkatnya jumlah Situs Warisan Dunia yang terancam akibat konflik bersenjata. Dari 56 situs yang saat ini masuk dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO dalam Bahaya, setengahnya terdampak langsung oleh konflik. Khususnya, Timur Tengah — yang hanya mencakup 8% dari seluruh situs warisan — mewakili lebih dari 40% situs yang berada dalam bahaya.
UNESCO semakin dituntut untuk membantu dalam perlindungan dan pemulihan situs warisan yang rusak akibat bencana alam dan konflik bersenjata.
-Perangkat daring baru untuk penilaian risiko secara real-time-
Sebagai tanggapan, UNESCO telah mengerahkan misi penilaian kerusakan — termasuk yang baru-baru ini dilakukan di Argentina setelah banjir besar — dan meluncurkan platform daring baru untuk memetakan lokasi geografis semua Situs Warisan Dunia, Geopark Global UNESCO, dan Cagar Biosfer. Platform ini memungkinkan analisis risiko secara real-time terhadap ancaman seperti banjir atau kebakaran hutan, yang membantu meningkatkan kesiapsiagaan darurat dan strategi perlindungan.
Selain itu, sebuah platform terpisah bertajuk ‘Dive into Heritage’, yang didukung oleh Kerajaan Arab Saudi, telah diperkenalkan untuk menawarkan wawasan yang lebih mendalam tentang berbagai dimensi warisan global.
-Restorasi senilai US$115 juta di Mosul dan sekitarnya-
Mengenai pemulihan pascakonflik, Azoulay mengungkapkan bahwa UNESCO baru-baru ini menyelesaikan proyek restorasi senilai US$115 juta di Mosul, Irak, dan sedang mempersiapkan upaya serupa di Suriah. Upaya ini mencakup pengamanan Museum Nasional di Damaskus, yang terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia yang terancam, dan peluncuran inisiatif di Aleppo untuk melestarikan monumen-monumen penting dan merestorasi Museum Nasional.
UNESCO terus memantau kerusakan situs-situs budaya di Jalur Gaza melalui citra satelit setelah eskalasi konflik pada Oktober 2023. Di Ukraina, dukungan darurat telah berlangsung sejak 2022, dengan lebih dari 500 situs budaya terdampak di kota-kota seperti Odessa dan Lviv.
Upaya lebih lanjut sedang dilakukan di Sudan untuk melindungi warisan budaya dan koleksi museum yang terancam punah, dan di Taman Nasional Kahuzi-Biega di Republik Demokratik Kongo, tempat UNESCO berupaya menutup operasi penambangan ilegal dan melatih penjaga hutan untuk perlindungan situs.
UNESCO mendukung nominasi warisan budaya Afrika sementara Komite Warisan Dunia meninjau situs-situs baru
UNESCO telah menegaskan kembali komitmennya untuk memperkuat representasi Afrika dalam Daftar Warisan Dunia, dengan langkah-langkah dukungan yang terarah sejak 2021. Inisiatif ini berfokus pada upaya memungkinkan negara-negara Afrika untuk menominasikan situs-situs untuk pertama kalinya, sekaligus membangun keahlian di antara generasi baru profesional warisan budaya Afrika.
Upaya utama meliputi kemitraan dengan lima universitas di Kamerun, Maroko, Senegal, Afrika Selatan, dan Tanzania untuk mempromosikan pendidikan tinggi dalam konservasi dan pengelolaan warisan budaya. Sejak 2018, 15 situs baru di delapan negara di Afrika sub-Sahara telah dimasukkan dalam Daftar Warisan Dunia. Pada sidang saat ini, empat situs Afrika sedang dipertimbangkan, termasuk nominasi pertama dari dua negara.
30 situs baru sedang ditinjau, 3 berisiko dihapus dari daftar terancam punah
Sidang Komite Warisan Dunia tahun ini meninjau nominasi untuk 30 situs baru dan dua usulan perluasan lintas batas. Komite juga menilai status konservasi hampir 250 situs yang ada — dua kali lipat jumlah yang ditinjau tahun lalu — memberikan gambaran umum tentang tantangan terkini di seluruh portofolio Warisan Dunia global.
Tiga situs juga sedang dipertimbangkan untuk dihapus dari Daftar Warisan Dunia Terancam: Hutan Hujan Atsinanana (Madagaskar), situs Abou Mena (Mesir), dan Kota Tua Ghadamès (Libya). Langkah ini menggarisbawahi bahwa daftar terancam punah berfungsi sebagai seruan untuk tindakan kolektif, alih-alih tindakan hukuman.
Azoulay menekankan pentingnya melindungi Daftar Warisan Dunia dari campur tangan politik guna menjaga integritas dan keseimbangan dialog internasional yang mendasari konvensi tersebut.
Bulgaria mendukung sesi yang diselenggarakan di Paris meskipun terdapat kendala penyelenggaraan.
Sesi tahun ini, meskipun diselenggarakan di Paris, dapat terselenggara berkat dukungan pemerintah Bulgaria. Meskipun Bulgaria tidak dapat menjadi tuan rumah acara tersebut di dalam negeri, Bulgaria memainkan peran penting dalam memastikan kelancaran penyelenggaraan sesi di kantor pusat UNESCO.
Dalam sambutan pembukaannya, Azoulay mengutip pemikir Bulgaria Julia Kristeva: "Kita masing-masing unik, dan dalam keunikan itulah terletak hakikat kemanusiaan." Pernyataan tersebut, ujarnya, mencerminkan semangat Konvensi Warisan Dunia — sebuah komitmen kolektif untuk melindungi apa yang unik dan bernilai universal.