Thailand Terapkan Model COVID Tangani Banjir di Thailand Selatan, Bantu 2,7 Juta Orang

Thailand menggunakan model manajemen era COVID untuk mengatasi krisis banjir di wilayah Thailand Selatan dengan memberikan bantuan mendesak kepada 2,7 juta orang di wilayah terdampak.


Bangkok, Suarathailand- Perdana Menteri Anutin Charnvirakul telah mengadopsi model manajemen krisis COVID-19 untuk mengatasi bencana banjir di selatan yang sedang berlangsung, yang telah berdampak parah pada 10 provinsi di selatan, termasuk Hat Yai dan Songkhla, sebuah pusat ekonomi utama.

Menanggapi krisis yang sedang berlangsung, pemerintah telah mengaktifkan Pusat Operasi Krisis Banjir Darurat untuk menerapkan sistem komando terpusat. Pendekatan ini bertujuan untuk merampingkan operasi, mengurangi redundansi, dan merespons dengan cepat serangan banjir yang terus-menerus.

Berlandaskan pembelajaran selama pandemi COVID-19, pemerintah telah menetapkan Hat Yai sebagai basis komando pusat, yang memungkinkan pengumpulan data secara real-time, penilaian situasi, dan pengambilan keputusan langsung dari satu sumber. 

Struktur kekuasaan terpusat ini membantu menghilangkan penundaan yang disebabkan oleh masalah koordinasi antar berbagai departemen pemerintah.

Di tingkat regional, pemerintah telah menunjuk Wakil Perdana Menteri dan menteri untuk mengawasi provinsi-provinsi tertentu yang terdampak banjir. Kapten Thammanat Prompao ditugaskan langsung untuk mengelola Songkhla, sementara provinsi-provinsi rawan banjir lainnya seperti Nakhon Si Thammarat, Phatthalung, Trang, Surat Thani, dan Narathiwat memiliki menteri yang ditugaskan untuk mengawasi upaya pemulihan. 

Pendekatan ini bertujuan untuk menutup kesenjangan koordinasi, yang telah menjadi masalah yang terus-menerus dalam sistem birokrasi Thailand.

Di tengah kerusakan yang semakin parah, pemerintah telah menetapkan keadaan darurat untuk ketiga kalinya dalam sejarah, yang memberi Perdana Menteri wewenang untuk secara langsung menerapkan undang-undang, seperti perintah evakuasi, mobilisasi personel, pengerahan peralatan, dan langkah-langkah keamanan, tanpa melalui tingkat departemen atau kementerian. Keputusan darurat ini memungkinkan tindakan cepat dalam menanggapi krisis banjir.

Tujuan keadaan darurat ini jelas dalam empat bidang utama:

1. Perlindungan bagi para pejabat, memastikan mereka dapat menjalankan tugasnya tanpa takut akan konsekuensi hukum jika terjadi kesalahan.

2. Mempercepat dana darurat, segera mencairkan dana cadangan dan anggaran pusat.

3. Mengabaikan prosedur parlemen, mempercepat proses pengambilan keputusan.

4. Memusatkan informasi dan komando untuk mengurangi kebingungan akibat tumpang tindih tanggung jawab di berbagai lembaga.

Model ini dirancang agar cepat, tegas, dan bebas dari langkah-langkah yang tidak perlu untuk mengelola bencana yang terus meluas setiap harinya.

2,7 juta orang terdampak—pembebasan utang, pinjaman 0%, dan klaim asuransi cepat

Angka terbaru menunjukkan 2,7 juta orang telah terdampak, dengan kerusakan yang menyebar di kedua zona ekonomi dan area pertanian penting. Pemerintah telah meluncurkan rencana pemulihan mendesak, yang mencakup pembebasan utang untuk pembayaran pokok dan bunga bagi daerah terdampak banjir, pinjaman berbunga 0% untuk perbaikan rumah dan bisnis, serta pemrosesan klaim asuransi yang mendesak.

The Nation melaporkan pada saat yang sama, Perdana Menteri Anutin telah mengumumkan bahwa beliau akan tetap berada di Hat Yai hingga krisis berlalu, dan secara pribadi mengawasi operasional. Hal ini mencerminkan komitmen beliau untuk menerapkan "politik administratif" guna mengatasi bencana terbesar yang pernah dihadapi pemerintah ini.

Share: