Malaysia Merayakan Hari Kemerdekaan dengan Persatuan Sebagai Inti

Acara ini juga menampilkan pertunjukan "grafis manusia" yang rumit oleh 2.000 siswa, yang dipuji oleh Anwar sebagai "pertunjukan terbaik dalam sejarah Malaysia".


Kuala Lumpur, Suarathailand- Setiap tanggal 31 Agustus, rakyat Malaysia berkumpul untuk memperingati Merdeka, hari kemerdekaan negara mereka dari penjajahan Inggris pada tahun 1957.

Disebut secara resmi sebagai Hari Merdeka, hari libur nasional ini menjadi pengingat akan pengorbanan yang telah dilakukan demi kebebasan dan nilai-nilai persatuan yang terus mewarnai Malaysia.

Jalan menuju kemerdekaan

Jalan Malaysia menuju kemerdekaan tidaklah mudah dan sederhana. Setelah Perang Dunia Kedua, Inggris berusaha mengkonsolidasikan koloni-koloni mereka di wilayah tersebut di bawah Uni Malaya, sebuah rencana yang menghadapi perlawanan sengit dari para pemimpin dan masyarakat setempat.

Penentangan tersebut sebagian besar bermula dari kekhawatiran bahwa Uni Malaya akan melemahkan kedaulatan Melayu dan melemahkan kekuasaan para sultan.

Pada tahun 1948, Federasi Malaya dibentuk, membuka jalan bagi bentuk pemerintahan yang lebih representatif. Satu dekade kemudian, setelah negosiasi dan kompromi yang ekstensif lintas etnis dan politik, kemerdekaan akhirnya diberikan.

Pada 31 Agustus 1957, Tunku Abdul Rahman, perdana menteri pertama negara itu, mendeklarasikan Kemerdekaan di hadapan khalayak ramai yang bersorak gembira di Stadion Merdeka, Kuala Lumpur.

Seruan ikonisnya, "Merdeka!", yang dikumandangkan tujuh kali, telah bergema sepanjang sejarah sebagai simbol kebanggaan nasional.

Pada tahun 1963, federasi tersebut diperluas hingga mencakup Sabah, Sarawak, dan Singapura, membentuk Malaysia. Meskipun Singapura kemudian memisahkan diri pada tahun 1965, peristiwa tersebut menggarisbawahi tantangan dalam mengelola masyarakat multietnis dan multiagama, sekaligus menyoroti pentingnya persatuan yang abadi dalam mempertahankan federasi.


Tradisi Hari Nasional

Hari Nasional, atau Hari Kebangsaan, ditandai dengan perayaan berskala besar di seluruh negeri, dengan parade resmi yang secara tradisional diadakan di ibu kota, Kuala Lumpur, atau di kota-kota besar lainnya seperti Putrajaya.

Inti acaranya adalah parade akbar yang menampilkan Angkatan Bersenjata Malaysia, kepolisian, kontingen sekolah, pegawai negeri sipil, dan rombongan budaya.

Jalur Gemilang, bendera nasional Malaysia, dikibarkan dengan bangga, sementara lagu-lagu patriotik seperti Negaraku bergema di seluruh kerumunan.

Pertunjukan budaya seringkali menyoroti keberagaman Malaysia, dengan tarian, kostum, dan musik yang mewakili tradisi Melayu, Tionghoa, India, dan adat istiadat.

Hari tersebut juga biasanya mencakup kembang api, konser, dan acara komunitas.

Bagi warga Malaysia di luar negeri, kedutaan besar dan kelompok diaspora menyelenggarakan perayaan mereka sendiri untuk menjaga ikatan dengan tanah air.

Dalam beberapa tahun terakhir, "grafis manusia", formasi oleh ribuan siswa yang menciptakan frasa dan pola simbolis, telah menjadi sorotan, menggarisbawahi kreativitas dan semangat kolektif generasi muda.

Hari Nasional tahun ini, yang bertema Malaysia Madani: Rakyat Disantuni (Malaysia yang Welas Asih: Peduli Rakyat), menarik lebih dari 100.000 orang ke Dataran Putrajaya.

Perayaan tersebut menampilkan 81 kontingen dengan lebih dari 14.000 peserta, 21 marching band, kendaraan hias, aset militer, dan bahkan hewan dinas.

Perdana Menteri Anwar Ibrahim, dalam pidato Hari Nasionalnya pada 30 Agustus, mendesak rakyat Malaysia untuk menolak mereka yang berusaha memecah belah bangsa berdasarkan ras, agama, atau wilayah. "Persatuan telah menjadi landasan kesuksesan Malaysia sejak awal," ujarnya, mengingatkan generasi muda bahwa kemerdekaan harus dibayar mahal. "Pengorbanan yang tak terhitung jumlahnya: nyawa, harta benda, air mata. Apa pun yang telah kita capai harus dibayar mahal."

Pesan Anwar selaras dengan semangat sejarah Merdeka, bahwa kemerdekaan diraih bukan oleh satu kelompok saja, melainkan melalui kerja sama seluruh masyarakat.

Ia juga memperingatkan bahwa tidak ada negara yang dapat bertahan jika membiarkan dirinya terpecah belah oleh perpecahan.

Perayaan ini dimeriahkan oleh Yang Mulia Sultan Ibrahim, Raja Malaysia, dan Raja Zarith Sofiah, Ratu Malaysia, yang kedatangannya memukau penonton.

Raja sendiri mengendarai Proton Satria Neo biru ke lapangan parade, menambahkan sentuhan pribadi yang tak terlupakan.

Acara ini juga menampilkan pertunjukan "grafis manusia" yang rumit oleh 2.000 siswa, yang dipuji oleh Anwar sebagai "pertunjukan terbaik dalam sejarah Malaysia". Dengan medley patriotik dan frasa ikonik seperti Daulat Tuanku dan Rukun Negara yang dieja secara sinkronis sempurna, pertunjukan tersebut mencerminkan semangat nasional Malaysia yang abadi.

Hari untuk merenung dan berbangga
Bagi rakyat Malaysia, Hari Nasional bukan sekadar hari libur, melainkan penegasan kembali identitas dan tujuan. Hari ini merupakan pengingat akan perjuangan yang telah dilalui, pengorbanan yang telah dilakukan, dan persatuan yang dibutuhkan untuk mempertahankan bangsa yang beragam. Dari seruan pertama Kemerdekaan pada tahun 1957 hingga parade meriah hari ini, pesannya tetap jelas: kekuatan Malaysia terletak pada keberagamannya, dan masa depannya bergantung pada upaya berkelanjutan untuk mencapai persatuan.

Seiring negara menatap masa depan, kata-kata Perdana Menteri Anwar Ibrahim menggemakan sentimen yang telah membawa Malaysia melewati puluhan tahun perubahan: kemerdekaan bukan hanya tentang kebebasan untuk memerintah, tetapi juga tentang tanggung jawab untuk tetap bersatu.

Share: