Negara harus mengeluarkan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng untuk masyarakat senilai Rp5,9 triliun.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkap kerugian negara dalam kasus mafia minyak goreng. Salah satunya adalah pemerintah harus mengeluarkan bantuan langsung tunai (BLT) untuk minyak goreng senilai Rp 5,9 triliun.
Selain itu, Boyamin melanjutkan, kasus tersebut juga merugikan perekonomian negara yaitu membuat minyak goreng langka dan masyarakat harus membelinya mahal.
"Uang yang dikeluarkan masyarakat lebih besar membuat inflasi dan negara pun menjadi kesulitan karena apa-apa naik, maka perekonomian negara menjadi terganggu," ujar dia saat dihubungi pada Kamis, 28 April 2022.
Sementara yang berkaitan dengan bahan bakar minyak CPO untuk biosolar, kata dia, banyak SPBU yang kosong ketersediaannya. Dan ada pula sekitar 70 truk yang tidak masuk ke kapal karena harus antre di SPBU, padahal truk tersebut harus membawanya keluar pulau.
"Nah ini kan rentetannya panjang, mahal dan langkanya minyak goreng itu tidak hanya berkaitan dengan minyaknya saja, tapi CPO juga karena dijual besar-besaran keluar negeri, termasuk konteksnya dalam kasus ini yang tidak memenuhi syarat izin tapi diberikan izin," tutur Boyamin.
Dia juga menjelaskan, di luar gratifikasi, kasus ini berkaitan dengan izin ekspor CPO yang memiliki syarat Domestic Market Obligation (DMO), dalam rangka mencukupi kebutuhan dalam negeri. Dan tiga perusahaan yang disebut Kejaksaan Agung tidak memenuhi syarat, termasuk izin karena DMO-nya tidak terpenuhi, bahkan dokumennya diduga fiktif atau palsu.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menetapkan empat orang tersangka. Mereka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana; Master Parulian Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia; Stanley MA, Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group; dan Picare Tagore Sitanggang, General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Kejaksaan menuding para tersangka melakukan pelanggaran dengan permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam penerbitan izin ekspor.
Kedua, Kejaksaan Agung juga menilai izin ekspor tersebut seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, yaitu telah mendefinisikan harga tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri.
Kemudian, para eksportir dinilai tidak mendistribusikan minyak goreng ke dalam negeri sebagaimana kewajiban dalam DMO, yaitu 20 persen dari total ekspor.
Keempat tersangka saat ini sudah ditahan di Rutan Kejaksaan Agung. Akibat kasus mafia minyak goreng ini, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mendapatkan tekanan untuk mundur. (tempo)




