Masjid Wadi Al Hussein, Jejak Masuknya Islam di Selatan Thailand


Thailand merupakan negara negara mayoritas penduduk beragama Buddha.  Namun di ujung selatan negara ini, terdapat tiga provinsi yang lebih  dari 80 persen penduduknya memeluk agama Islam yakni Pattani, Yala dan  Narathiwat. Di tiga wilayah ini, budaya Melayu lebih mendominasi  dibanding budaya Thailand sendiri.

Detikcom  berkesempatan mengunjungi Narathiwat, provinsi yang berbatasan langsung  dengan Malaysia. Daerah yang dihuni sekitar 800 ribu warga ini memiliki  masjid tertua, Masjid Wadi Al Hussein; dan museum alquran kuno yang  dikelola Yayasan Pendidikan Ahmadiah Islamiah.

"Masjid ini  dibangun pada 1014 Hijriah. Saat itu nama daerah ini masih di Teluk  Manok," jelas Khatib Masjid Wadi Al Hussein, Yusuf (54), di Lubuk Sawo,  Bachok, Narathiwat, Thailand, Selasa (3/9/2019).

Pria kelahiran di Pattani, Thailand ini sudah 25 tahun mengurus masjid  yang memiliki luas kurang lebih 180 meter persegi ini. Dia mengatakan  usia masjid telah mencapai lebih dari 300 tahun.

"Seiring waktu,  terjadi dua kali pemugaran besar pada bagian pondasi masjid. Pertama  kaki-kaki masjid yang dari kayu diperbaiki, namun karena termakan usia  dan lapuk, pondasi kaki masjid ditambahi semen pada 1357 Hijriah,"  terang dia.

Yusuf mengatakan penamaan masjid diambil dari nama  orang yang membangun pertama kali. Imam masjid saat ini adalah Ramli  Talokding (63), yang merupakan generasi ketujuh Wadi Al Hussein.

"Dibangun oleh Wadi Al Hussein, alim ulama di sini pada masa dulu," kata Yusuf.

Yusuf mengungkapkan ada kedekatan emosional antara Wadi Al Hussein  dengan salah satu wali nusantara yakni Sunan Ampel. "Wadi Al Hussein  konon ceritanya sepupu dengan Sunan Ampel dari Demak." ucap dia.

"Masjid  ini pernah didatangi (katanya) Sultan Demak, Sultan Palembang. Dari  Malaysia macam datuk-datuk datang untuk melihat," sambung Yusuf.

Dari pantauan detikcom,  masjid ini jauh dari kata megah dan terkesan sederhana. Bangunannya  mirip rumah panggung dan 99 persen terbuat dari kayu. Tak ada pendingin  ruangan di dalamnya, namun dipasang beberapa kipas angin di atap sudut  masjid.

"Bangunan masjid menggunakan kayu yang orang Melayu sebut kayu cengah.  Ada kolaborasi budaya Melayu dan Cina (di segi arsitektur masjid).  Budaya Melayu nampak pada ukiran bunga yang ada di ujung-ujung atap.  Budaya Cina nampak pada atap masjid," ujar Yusuf.

Yusuf  menuturkan sempat terbersit niat memugar masjid agar lebih besar dan  menampung lebih banyak umat. Kendati, hal tersebut urung karena akan  mengurangi keaslian arsitektur masjid.

"Mau (dibangun) lebih besar juga. Tapi lebih baik tetap menjaga  keaslian. Untuk menjaga masjid ini diperlukan sifat sabar, kepandaian,  bersatu padu, sifat ikhlas," tutur Yusuf.

Dia lantas menjelaskan banyak falsafah yang terkandung dalam arsitektur  masjid. Pertama, meski berbentuk panggung, namun tinggi bangunan dari  tanah hanya sekitar 1,5 meter dengan satu lantai.

"Masjid ini  banyak falsafahnya, dibangun rendah karena apabila kita berdiri, salat,  pandangan tidak ke luar, sehingga kita khusuk salat. Kemudian saat kita  duduk, terasa angin terus masuk," cerita dia.

Bagian dalam masjid  berlantai kayu ini terdiri dari tiga ruangan, yaitu depan, tengah dan  belakang. Bagian depan masjid, lanjut Yusuf, telah tersentuh pemugaran.  Namun bagian tengah dan dalam masih asli.

"Bagian depan sudah desain baru, bagian belakang asli yaitu konstruksinya tidak menggunakan paku," imbuh Yusuf.

Bagian  ruang depan dengan tengah bangunan masjid disekat dinding kayu dengan  dua pintu berukuran besar dan kecil yang menghubungkan kedua ruangan.

"Pintu  besar dan kecil falsafahnya kita masuk dengan sombong dengan pintu  besar. Kita masuk dengan pintu kecil, maka harus hati-hati dan tunduk,  rendah. Ukiran di pintu adalah bunga awan-awan (bentuknya bergelombang  dan menyambung), yang memiliki falsafah tidak berkesudahan, bersatu  padu," jelas dia.

Yusuf menuturkan sebanyak 400 hingga 500 umat Muslim berkumpul di Masjid  Wadi Al Husein setiap hari besar. Jamaah memenuhi sisi dalam masjid  hingga halaman.

"Biasanya (ramai) di Jumat, Sabtu, Minggu atau  hari libur, banyak dikunjungi wisatawan luar negeri. Kapasitas masjid  400 sampai 500 jamaah, dari dalam sampai di halaman masjid. Yang  berkunjung paling banyak orang sini (Thailand bagian selatan), jamaah.  Tapi banyak orang dari Malaysia juga." terang dia.

Yusuf  menuturkan mengungkapkan biaya perawatan masjid berasal dari jamaah dan  Pemerintah Thailand. "Biaya perawatan masjid banyak berasal dari amal  jariyah dan rutin dari Pemerintah setiap tahun," tutup dia. (detik.com)




Share: