Komnas Perempuan Sambut Baik Penghapusan "Tes Keperawanan" di TNI AD

Komnas Perempuan mengapresiasi kebijakan TNI Angkatan Darat yang akan menghapus pemeriksaan selaput dara calon prajurit Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD), yang sudah puluhan tahun menjadi kontroversi.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jendral TNI Andika Perkasa hari Selasa (10/8) memastikan bahwa ia telah menyudahi kontroversi puluhan tahun tentang "tes keperawanan" yang dilakukan TNI Angkatan Darat pada calon prajurit Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD).

“Soal hymen atau selaput dara.. Tadinya merupakan satu penilaian. Hymen-nya utuh, ruptured (sobek.red) sebagian, atau ruptured sampai habis. Sekarang tidak ada lagi penilaian itu karena memang tujuannya (pemeriksaan kesehatan.red) lebih ke kesehatan, menghindari adanya masalah yang menimbulkan insiden yang menghilangkan nyawa. Jadi tidak perlu lagi,” tandas Andika.

Lebih jauh Andika mengatakan ia menginginkan agar proses pemeriksaan kesehatan terus diperbaiki agar efektif, fokus dan tepat.

Syarat penghapusan "tes keperawanan" ini telah disampaikan Andika sebelumnya ketika memberikan arahan pada seluruh panglima komando daerah militer (pangdam) lewat telekonferensi tentang pemeriksaan dan persyaratan kesehatan dalam rekrutmen prajurit KOWAD, dan pengajuan persyaratan pernikahan personel angkatan darat. Video arahan itu diunggah pada 18 Juli lalu dan sontak langsung menjadi pembicaraan hangat.


Komnas Perempuan Minta Kebijakan Dituangkan dalam Dokumen Resmi

Salah seorang komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriani kepada VOA mengatakan mengapresiasi sikap KSAD Jendral Andika Perkasa dan berharap kebijakan itu dapat segera dituangkan dalam bentuk dokumen resmi – tidak saja dalam soal "tes keperawanan" untuk calon prajurit KOWAD, tetapi juga untuk calon istri prajurit.

“Kami sungguh mengapresiasi sikap KSAD tentang "tes keperawanan", tapi kami berharap sikap ini segera dituangkan dalam dokumen resmi yang juga berlaku untuk lintas matra di seluruh TNI. Dokumen kebijakan ini kami harap bisa menghapus "tes keperawanan", termasuk praktik-praktik serupa lainnya seperti pemeriksaan untuk sekedar pencatatan," ujarnya.

Ditambahkannya, "Selain tidak relevan dengan aspek kesehatan dan integritas calon prajurit atau calon pasangan prajurit, tes serupa ini jelas bersifat diskriminatif berbasis gender, karena hanya diarahkan kepada perempuan, dan juga bersifat intrusif karena menimbulkan rasa malu, takut, bahkan trauma bagi yang pernah menghadapinya.” (voaindonesia)

Share: