Thailand mengecam penjelasan Kamboja terkait ranjau darat yang baru ditanam seiring bertambahnya bukti; Bangkok meminta misi pencari fakta yang dipimpin PBB setelah tujuh tentara Thailand kehilangan anggota tubuh.
Jenewa, Suarathailand- Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow berbicara setelah kembali dari Pertemuan Negara-Negara Pihak ke-22 (22MSP) untuk Konvensi Ottawa di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, Swiss.
Ia mengatakan ia memilih untuk menyampaikan pernyataan Thailand secara langsung untuk menekankan betapa seriusnya pemerintah memandang cedera yang diderita tentara Thailand yang menginjak ranjau darat yang baru ditanam di sepanjang perbatasan Thailand-Kamboja.
Thailand telah meminta klarifikasi dari Kamboja, tetapi Sihasak mengatakan penjelasan Kamboja tidak dapat diterima, mengelak, dan tidak membahas apa yang sebenarnya terjadi.
Kamboja terus bersikeras bahwa tidak ada ranjau darat yang baru ditanam dan bahwa perangkat tersebut adalah ranjau lama, meskipun ada bukti jelas yang menyatakan sebaliknya.
Sihasak menyatakan Thailand telah menunjukkan kesabaran sejak lama. Namun, ketika terjadi pelanggaran, Konvensi Ottawa menyediakan mekanisme yang harus diikuti oleh Negara-Negara Pihak. "Kedua belah pihak merupakan pihak dalam Konvensi ini, jadi kita harus melanjutkan sesuai dengan ketentuannya," ujarnya.
Ia menjelaskan Thailand telah mengambil langkah pertama dengan meminta klarifikasi secara resmi, tetapi Kamboja belum menanggapi insiden-insiden spesifik tersebut. Oleh karena itu, Thailand akan meminta Sekretaris Jenderal PBB, atau perwakilan yang ditunjuk, untuk berkoordinasi berdasarkan Pasal 8 Konvensi Ottawa.
Proses ini dapat mengarah pada misi pencari fakta yang independen dan imparsial untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. "Jika komite semacam itu dibentuk, baik Thailand maupun Kamboja harus bekerja sama. Ini adalah cara terbaik untuk maju, terutama karena tentara Thailand telah terluka dan masyarakat Thailand sangat terdampak," kata Sihasak.
Sihasak mengecam Kamboja, mengatakan penjelasannya tidak dapat diterima terkait ranjau darat yang baru ditanam.
Kamboja tidak menyajikan hal baru dan malah mengklaim bahwa insiden-insiden tersebut diprovokasi oleh Thailand, seraya menegaskan kembali bahwa tidak ada ranjau baru yang ditanam. Hal ini bertentangan dengan temuan Tim Pengamat ASEAN (AOT), yang mengonfirmasi adanya aktivitas penanaman ranjau baru. Thailand menyampaikan bukti terdokumentasi AOT pada pertemuan di Ottawa untuk menggarisbawahi fakta-fakta tersebut.
Sihasak mengecam Kamboja, mengatakan penjelasannya tidak dapat diterima terkait ranjau darat yang baru ditanam.
“Setiap kali, Kamboja mengatakan Thailand adalah negara yang lebih besar dan entah bagaimana menindas mereka. Namun, tanyakan pada diri sendiri — apakah ada tentara mereka yang menginjak ranjau darat? Tidak. Jadi, ini bukan tentang Thailand yang mengincar tetangga yang lebih kecil. Jika mereka mengatakan menginginkan perdamaian, maka tindakan mereka harus mencerminkan hal itu,” kata Sihasak.
Menyusul intervensi Kamboja pada pertemuan tersebut, Sihasak menginstruksikan Usana Berananda, Perwakilan Tetap Thailand untuk PBB di Jenewa, untuk menanggapi dengan menggunakan bukti faktual yang telah diserahkan kepada PBB — termasuk video dari ponsel seorang tentara Kamboja yang menunjukkan penyebaran ranjau darat PMN-2, dan dokumen AOT yang mengonfirmasi bahwa ranjau tersebut baru ditanam.
Ia menambahkan bahwa Kamboja memprotes penggunaan bukti visual dan mengatakan penjelasan harus hanya lisan, tetapi Ketua Rapat memutuskan bahwa para pihak dapat menyajikan bukti dalam format apa pun. "Itu adalah strategi proaktif yang baik. Ini juga memberikan tekanan balik kepada Kamboja," catat Sihasak.
Perkembangan yang berpotensi positif, kata Sihasak, adalah Kamboja menyatakan minatnya untuk membentuk komite investigasi bersama. Namun, ia mengingatkan bahwa Thailand belum mengetahui niat Kamboja yang sebenarnya — apakah tulus, atau hanya upaya untuk mengulur waktu. Diskusi lebih lanjut akan diperlukan, dan Thailand harus tetap berpikiran terbuka untuk mengevaluasi apakah proposal dari kedua belah pihak dapat diselaraskan.
Ia menekankan bahwa pembentukan komite pencari fakta melibatkan beberapa langkah dan tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi Thailand telah memulai proses untuk meminta koordinasi dari Sekretaris Jenderal PBB sebagaimana diatur dalam Konvensi Ottawa.
Ketika ditanya apakah ia puas dengan hasil pertemuan tersebut, Sihasak menjawab:
“Kami datang langsung untuk menunjukkan keseriusan kami dalam menangani masalah ini. Thailand telah melakukan segala yang dapat dilakukan. Namun, Kamboja belum bertanggung jawab atas tujuh insiden terpisah tersebut. Mereka seharusnya mengakui tanggung jawab.”
Kamboja memamerkan pencapaian penanggulangan ranjau saat tentara Thailand kehilangan tujuh anggota badan
Sihasak mengecam Kamboja, mengatakan penjelasannya tidak dapat diterima terkait ranjau darat yang baru ditanam
Dalam pertemuan Konvensi Ottawa yang sama, para wartawan mencatat bahwa Otoritas Penanggulangan Ranjau dan Bantuan Korban Kamboja (CMAA) membagikan brosur yang menyoroti pencapaiannya dalam penanggulangan ranjau.
Brosur tersebut menguraikan latar belakang Kamboja, kewajibannya berdasarkan Konvensi, struktur operasional, rencana penanggulangan, kemajuan yang telah dicapai, dan tantangan yang tersisa. Hal ini juga menyoroti penyelenggaraan KTT Siem Reap–Angkor untuk Dunia Bebas Ranjau oleh Kamboja pada November 2024 — sebuah tonggak sejarah yang dengan bangga ditegaskan oleh Kamboja.
Pameran promosi ini hadir di tengah ketegangan yang terus berlanjut di perbatasan Thailand-Kamboja, di mana tentara Thailand telah kehilangan tujuh anggota tubuh setelah menginjak ranjau darat dalam tujuh insiden terpisah. Thailand sejak itu telah secara resmi memberi tahu Negara-negara Pihak tentang pelanggaran Kamboja terhadap Konvensi Ottawa.




