Thailand menyoroti kekhawatiran serius terhadap kedaulatan, integritas wilayah, dan, yang terpenting, nyawa warga sipil tak berdosa.
PBB, Suarathailand- Duta Besar Thailand untuk PBB secara resmi mengecam Kamboja atas "tindakan agresi tak beralasan" dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB. Serangan Kamboja sebagai ancaman terhadap kedaulatan Thailand dan nyawa warga sipil.
Kecaman tersebut bermula dari serangkaian insiden, termasuk pertikaian di perbatasan, penggunaan ranjau darat baru yang melukai tentara Thailand, dan serangan artileri besar-besaran terhadap pos militer Thailand.
Thailand menuduh Kamboja melancarkan "serangan membabi buta" di empat provinsi, yang mengakibatkan 14 kematian warga sipil, banyak luka-luka, dan kerusakan pada sebuah rumah sakit dan sekolah, menyebutnya sebagai pelanggaran Konvensi Jenewa.
Sembari menegaskan haknya untuk membela diri secara proporsional berdasarkan Piagam PBB, Thailand mendesak Kamboja untuk segera menghentikan semua permusuhan dan melanjutkan dialog damai.
Duta Besar Thailand untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Cherdchai Chaivaivid, menyampaikan kecaman pedas atas apa yang disebutnya sebagai "tindakan agresi tak beralasan" Kamboja, dalam pertemuan tertutup Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang membahas "Ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional" pada hari Jumat.
Duta Besar tersebut menyoroti kekhawatiran serius terhadap kedaulatan Thailand, integritas wilayah, dan, yang terpenting, nyawa warga sipil tak berdosa di tengah meningkatnya ketegangan perbatasan.
Duta Besar Cherdchai mengawali pidatonya dengan mengungkapkan penyesalan yang mendalam karena terpaksa berbicara dalam situasi yang begitu genting.
Ia menegaskan komitmen jangka panjang Thailand terhadap perdamaian dan dukungan historisnya terhadap pembangunan dan pembangunan bangsa Kamboja sejak kemerdekaannya pada tahun 1953, termasuk melalui Perjanjian Paris pada tahun 1991 dan keanggotaan Kamboja di ASEAN pada tahun 1999.
Ia menekankan bahwa meskipun tantangan antartetangga tidak dapat dihindari, dialog, bukan kekerasan, yang harus diutamakan.
Meningkatnya Permusuhan
Duta Besar menceritakan serangkaian insiden, dimulai dengan pertempuran kecil di perbatasan pada 28 Mei, di mana pasukan Thailand, yang sedang melakukan patroli rutin di wilayah mereka, dilaporkan menghadapi tembakan tak beralasan dari pasukan Kamboja, yang mengharuskan mereka membela diri secara proporsional.
Thailand, katanya, segera mengupayakan pertemuan Komisi Perbatasan Bersama (JBC), yang berlangsung di Phnom Penh pada 14 Juni.
Meskipun upaya-upaya ini telah dilakukan, situasi justru memburuk. Pada 16 dan 23 Juli, personel tentara Thailand, yang kembali melakukan patroli rutin di wilayah Thailand, menginjak ranjau darat yang baru ditanam di zona-zona yang telah dibersihkan ranjaunya.
Hal ini mengakibatkan dua tentara menderita cacat permanen yang parah, sementara yang lainnya mengalami luka serius.
Duta Besar Cherdchai menekankan bahwa Thailand telah menghancurkan semua ranjau anti-personel pada tahun 2019, berbeda dengan laporan Kamboja sendiri yang menunjukkan masih adanya ranjau tersebut hingga Desember tahun lalu.
Ia dengan tegas menyebut tindakan ini sebagai "pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional" dan Konvensi Pelarangan Ranjau Antipersonel (Konvensi Ottawa), yang telah ditandatangani oleh kedua negara, serta pelanggaran terhadap Deklarasi Siem Reap-Angkor November 2024.
Thailand sejak saat itu telah mengirimkan dua surat kepada Presiden Terpilih Pertemuan Negara-Negara Pihak Konvensi ke-22 dan secara resmi meminta klarifikasi dari pemerintah Kamboja melalui Sekretaris Jenderal PBB.
"Jangan Berpaling" - Korban Sipil Meningkat
Duta Besar kemudian merinci eskalasi terbaru dan paling parah.
Pukul 08.20 pagi kemarin, 24 Juli, pasukan Kamboja dilaporkan melepaskan tembakan artileri berat ke pos militer Thailand di Ta Muen Thom, Provinsi Surin.
Tak lama kemudian, "serangan membabi buta" dilancarkan di empat provinsi Thailand: Buriram, Surin, Si Sa Ket, dan Ubon Ratchathani.
Duta Besar Cherdchai menekankan dampak yang menghancurkan terhadap warga sipil, dengan menyatakan bahwa empat anak tewas dan empat lainnya luka parah.
Infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit dan sekolah, mengalami kerusakan yang signifikan.
Hingga pukul 09.00 pagi ini, 25 Juli, serangan tersebut telah mengakibatkan 14 kematian dan 46 luka-luka, dengan 13 orang dalam kondisi kritis.
Duta Besar mendesak para anggota Dewan, "Jangan mengalihkan pandangan," seraya ia dilaporkan menunjukkan gambar-gambar korban sipil, termasuk sebuah keluarga beranggotakan empat orang, di mana ibu dan tiga anaknya tewas setelah toko kelontong mereka dibom.
Lebih dari 130.000 penduduk telah dievakuasi dari rumah mereka.
Thailand, tegasnya, "mengutuk sekeras-kerasnya serangan Kamboja yang tidak pandang bulu dan tidak manusiawi terhadap warga sipil, infrastruktur sipil, dan fasilitas publik, khususnya rumah sakit," dengan mengutip pelanggaran Konvensi Jenewa 1949.
Pembelaan Diri dan Dialog
Duta Besar Cherdchai berpendapat bahwa serangkaian "tindakan agresi yang tidak beralasan dan direncanakan" ini merupakan pelanggaran berat terhadap Pasal 2, paragraf 4 Piagam PBB, yang melarang penggunaan kekuatan terhadap integritas teritorial, dan melanggar prinsip-prinsip bertetangga baik dan solidaritas ASEAN.
Beliau menegaskan pelaksanaan hak bela diri Thailand berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB, dan menegaskan kembali bahwa responsnya "sangat terbatas cakupannya, proporsional, dan semata-mata ditujukan untuk menetralisir bahaya yang mengancam" dari pasukan Kamboja, dengan segala upaya dilakukan untuk menghindari korban sipil.
Menanggapi tuduhan terkait kerusakan Kuil Phra Viharn, Duta Besar dengan tegas menolak klaim tersebut sebagai "disinformasi yang tidak berdasar, disesalkan, dan sangat mengecewakan."
Ia menyatakan tidak ada baku tembak yang terjadi di dekat kuil tersebut, dengan serangan terdekat terjadi sekitar dua kilometer jauhnya di Phu Ma Khua, jauh di luar lintasan operasi militer Thailand.
Ia mendesak Kamboja untuk "menahan diri dari menyebarkan informasi palsu atau menyesatkan yang mempolitisasi atau memutarbalikkan warisan budaya."
Duta Besar menutup pernyataannya dengan menegaskan kembali komitmen Thailand terhadap penyelesaian sengketa secara damai dan mendesak Kamboja untuk "segera menghentikan semua permusuhan dan tindakan agresi, serta melanjutkan dialog dengan itikad baik." TheNation