Trump Picu Ketegangan Global Perintahkan Pentagon Uji Coba Nuklir



Suarathailand- Perintah mengejutkan Presiden AS Donald Trump untuk memulai uji coba senjata nuklir memicu kritik global karena meningkatkan kekhawatiran akan kembalinya ketegangan antarnegara adidaya.

Pengumuman di media sosial tersebut dikeluarkan tepat sebelum Trump—yang sering membanggakan dirinya sebagai presiden yang cinta damai—bertemu dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping di Korea Selatan.

Pengumuman Trump tersebut masih menyisakan banyak pertanyaan—terutama apakah yang ia maksud adalah menguji sistem persenjataan atau benar-benar melakukan uji coba peledakan, sesuatu yang belum pernah dilakukan Amerika Serikat sejak 1992.

Kepala Pentagon Pete Hegseth membela perintah Trump tersebut sebagai langkah yang "bertanggung jawab".

"Kita perlu memiliki penangkal nuklir yang kredibel. Itulah dasar penangkalan kita," kata Hegseth kepada wartawan di sela-sela KTT pertahanan regional Asia Tenggara di Malaysia.

"Memahami dan melanjutkan uji coba adalah cara yang cukup bertanggung jawab, sangat bertanggung jawab untuk melakukannya."

Iran menyebut arahan tersebut "regresif dan tidak bertanggung jawab," dan menambahkan bahwa arahan tersebut merupakan ancaman bagi keamanan internasional.

"Seorang penindas bersenjata nuklir sedang melanjutkan uji coba senjata atom. Penindas yang sama telah menjelek-jelekkan program nuklir damai Iran," tulis Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi di media sosial.

Kelompok penyintas bom atom Jepang, Nihon Hidankyo, mengirimkan surat protes kepada Kedutaan Besar AS di Jepang.

Arahan tersebut "secara langsung bertentangan dengan upaya negara-negara di seluruh dunia yang memperjuangkan dunia yang damai tanpa senjata nuklir dan sama sekali tidak dapat diterima," kata kelompok peraih Nobel Perdamaian tersebut dalam surat yang diperoleh AFP.


Larangan Uji Coba Nuklir Global

Menyusul pertemuan Trump dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Guo Jiakun, mendesak Amerika Serikat untuk "sungguh-sungguh mematuhi" larangan uji coba nuklir global.

Tiongkok dan Amerika Serikat secara de facto menerapkan moratorium pengujian hulu ledak nuklir, meskipun Rusia dan Amerika Serikat secara rutin melakukan latihan militer yang melibatkan sistem berkemampuan nuklir.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan melalui seorang juru bicara bahwa "uji coba nuklir tidak boleh diizinkan dalam keadaan apa pun."

Amerika Serikat telah menjadi penanda tangan Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif sejak tahun 1996, yang melarang semua uji coba ledakan atom, baik untuk tujuan militer maupun sipil.

Wakil Presiden JD Vance mengatakan persenjataan nuklir AS perlu diuji untuk memastikannya benar-benar "berfungsi dengan baik," tetapi tidak merinci jenis uji coba yang diperintahkan Trump.

Pernyataan presiden "sudah cukup jelas," kata Vance kepada wartawan di Gedung Putih pada hari Kamis.

"Memastikan persenjataan nuklir yang kita miliki benar-benar berfungsi dengan baik merupakan bagian penting dari keamanan nasional Amerika, dan itu merupakan bagian dari rezim pengujian," tambahnya.

Pengumuman itu muncul beberapa hari setelah Rusia menyatakan telah menguji rudal jelajah bertenaga nuklir dan drone laut berkemampuan nuklir.

"Karena negara-negara lain sedang menguji program, saya telah menginstruksikan Departemen Perang untuk mulai menguji Senjata Nuklir kami secara setara," kata Trump di Truth Social awal pekan ini.

Trump juga mengklaim bahwa Amerika Serikat memiliki lebih banyak senjata nuklir daripada negara lain.

Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI) mengatakan dalam laporan tahunan terbarunya bahwa Rusia memiliki 5.459 hulu ledak nuklir, dibandingkan dengan 5.177 milik Amerika Serikat dan 600 milik Tiongkok.

Kremlin mempertanyakan apakah Trump mendapatkan informasi yang memadai tentang kegiatan militer Rusia.

Latihan senjata baru-baru ini "sama sekali tidak dapat diartikan sebagai uji coba nuklir," kata juru bicara Dmitry Peskov kepada para wartawan.

"Kami berharap informasi tersebut disampaikan dengan benar kepada Presiden Trump."

Peskov kemudian menyiratkan bahwa Rusia akan melakukan uji coba hulu ledak aktifnya sendiri jika Trump melakukannya terlebih dahulu.

Yang semakin memperkeruh suasana, Trump juga mengulangi kepada para wartawan klaim sebelumnya bahwa ia menginginkan negosiasi dengan Rusia dan Tiongkok untuk mengurangi kekuatan senjata nuklir.

"Denuklirisasi akan menjadi hal yang luar biasa," ujarnya.


Uji coba terakhir AS pada tahun 1992

Amerika Serikat melakukan 1.054 uji coba nuklir antara 16 Juli 1945, ketika uji coba pertama dilakukan di New Mexico, dan tahun 1992.

Dua serangan nuklirnya terhadap Jepang selama Perang Dunia II menjadikannya satu-satunya negara yang pernah menggunakan senjata tersebut dalam pertempuran.

Ledakan uji coba nuklir AS terakhir terjadi pada bulan September 1992, sebuah ledakan bawah tanah berkekuatan 20 kiloton di Situs Keamanan Nuklir Nevada.

Presiden George H.W. Bush saat itu memberlakukan moratorium uji coba lebih lanjut pada bulan Oktober 1992 yang dilanjutkan oleh pemerintahan-pemerintahan berikutnya.

Uji coba nuklir digantikan oleh eksperimen non-nuklir dan subkritis yang menggunakan simulasi komputer canggih.

Share: