Dari Rp 1,7 triliun dana yang dihimpun ACT, hanya Rp1 triliun yang benar-benar menyasar program sosial.
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavanda, menyatakan sekitar 50 persen dana donatur yang dititipkan melalui yayasan Aksi Cepat Tanggap tidak pernai sampai ke tangan penerima donasi.
Dari Rp 1,7 triliun dana yang dihimpun ACT, hanya Rp1 triliun yang benar-benar menyasar program sosial kemanusiaan. Sisanya, uang itu mengalir deras ke kantorng-kantong pribadi petinggi ACT.
"Jadi PPATK melihat ada Rp 1,7 triliun uang yang mengalir ke ACT, dan kita melihat dari 50 persennya mengalir ke entitas-entitas yang terafiliasi kepada pihak-pihak pribadi gitu ya, dan itu kan angkanya masih Rp1 triliun," kata Ivan Yustiavanda, Kamis (4/8/2022).
PPATK mensinyalir petinggi ACT menggunakan uang tersebut untuk membeli vila, rumah, dan beragam aset pribadi lainnya.
Uang donasi juga digunakan untuk membangun usaha lain yang dimiliki secara pribadi oleh para petinggi ACT.
"(Mendanai) kelompok-kelompok kegiatan usaha di bawah entitas A (ACT) ini. Dimiliki oleh dan terafiliasi dengan para pemilik di A-nya tadi," ucap Ivan.
Perkara penyelewengan dana sumbangan yang dilakukan ACT meluas hingga ke penyelewengan donasi bencana alam.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, indikasi penyelewengan dana bencana alam tersebut sudah terendus.
"Ada indikasi dia juga mengambil dana-dana untuk bantuan bencana alam itu dengan jumlah tertentu," tutur Muhadjir, Senin (1/8/2022).
Padahal, aturannya, pihak pengumpul dan pengelola dana untuk bencana alam sama sekali tak memotong donasi.
"Dia (ACT) sendiri mengakui bahwa dia telah mengambil biaya untuk operasional di atas yang seharusnya, 10 persen (ketentuannya), dia ambil 13,6 persen," kata Muhadjir.
Belakangan juga terungkap bahwa sebagian dari donasi yang diperoleh juga digunakan ACT untuk membayar utang.
ACT disebut mengambil uang donasi dari Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 sebesar Rp 10 miliar untuk membayar utang perusahaan.
Penyelewengan itu dilakukan dengan cara membuat rekayasa perjanjian kerjasama program pembinaan UMKM dan kemitraan penggalangan dana sosial serta kemanusiaan.
Namun, saat ini kepolisian baru bisa mengidentifikasi Rp 34 miliar uang yang diselewengkan, dengan rincian sebagai berikut:
1. Pengadaan armada rice truck Rp 2 miliar.
2. Program big food bus Rp 2,8 miliar,
3. Pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya Rp 8,7 miliar.
4. Membayar utang ke Koperasi Syariah Rp 10 miliar,
5. Talangan CV CUN Rp 3 miliar,
6. Untuk PT MBGS Rp 7,8 miliar. (antara, kompas)