Ketegangan Politik di Thailand dan Kamboja Memanas Terkait Pulau Sengketa

Di pihak Kamboja, ketegangan politik juga tinggi, dengan kelompok-kelompok yang berunjuk rasa untuk mengklaim Ko Kut.


Bangkok, Suarathailand- Pemerintah yang dipimpin partai Pheu Thai belum membentuk Komite Teknis Bersama (JTC) untuk melakukan perundingan dengan Kamboja mengenai sengketa wilayah mereka berdasarkan Nota Kesepahaman (MOU) yang kontroversial, di tengah meningkatnya pertentangan dalam negeri.

Kelompok nasionalis yang dipimpin oleh Warong Dechgitvigrom, pemimpin Partai Pakdee Thailand yang royalis, bulan lalu mengajukan petisi berisi lebih dari 100.000 tanda tangan kepada Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra yang menuntut pembatalan MOU 44 mengenai wilayah klaim tumpang tindih.

Partai Palang Pracharath, yang dipimpin oleh Jenderal Prawit Wongsuwan, juga berkampanye menentang MOU tersebut, dengan alasan bahwa hal itu akan menyerahkan pulau Koh Kut di Teluk Thailand kepada Kamboja. Wilayah klaim tumpang tindih tersebut juga diperkirakan mengandung cadangan minyak dan gas yang signifikan.

Sementara itu, Sondhi Limthongkul, mantan pemimpin Aliansi Rakyat untuk Demokrasi, mengancam akan menyalakan kembali protes jalanan terhadap pemerintahan Pheu Thai, yang ia tuduh gagal melindungi kedaulatan Thailand. Sondhi berjanji akan menyerahkan surat kepada perdana menteri pada tanggal 9 Desember, menuntut agar MOU 44 dihentikan.

Di pihak Kamboja, ketegangan politik juga tinggi, dengan kelompok-kelompok yang berunjuk rasa untuk mengklaim Ko Kut dari Thailand dan mendorong kasus tersebut ke Mahkamah Internasional.

Menteri Pertahanan dan Wakil Perdana Menteri Phumtham Wechayachai ditugaskan untuk memimpin negosiasi Thailand sebagai ketua JTC.

Di tengah meningkatnya ketegangan, Phumtham bertemu dengan Komandan Angkatan Laut Laksamana Chiraphol Wongwit pada tanggal 25–26 November untuk membicarakan rencana latihan militer Angkatan Laut Thailand tahun 2025 di sekitar Ko Kut.

Latihan tersebut direvisi untuk mengecualikan lokasi yang sensitif, yang memicu spekulasi adanya intervensi politik. Komandan Angkatan Laut bersikeras bahwa perubahan tersebut merupakan bagian dari operasi militer rutin dan tidak terkait dengan perkembangan politik. Namun, para penentang MOU tersebut menyatakan kekhawatiran bahwa latihan tersebut telah dialihkan dari Ko Kut, yang mana Thailand memiliki otoritas kedaulatan penuh.

Pemerintah tampaknya telah memilih untuk menunda pembentukan JTC guna meminimalkan kondisi yang dapat memicu protes, dengan tujuan untuk meredakan tekanan pada pemerintahan Paetongtarn.

Namun, negosiasi wilayah dengan Kamboja tetap menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Memastikan transparansi dan memprioritaskan kepentingan nasional akan menjadi hal yang penting bagi pemerintah Pheu Thai untuk menjaga stabilitas politik jangka panjang.

Share: