Di PBB, Menlu Thailand Soroti Warga Sipil-Anak Tak Berdosa Jadi Korban Perang Gaza

Penderitaan di Gaza menelan korban warga sipil tak berdosa, terutama anak-anak, yang membayar harga terberat.


New York, Suarathailand- Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow menyampaikan pidato dalam sidang umum PBB. Sihasak mengatakan di dunia yang semakin terpecah belah oleh proteksionisme, fragmentasi, konflik, dan perubahan iklim, perang di Ukraina terus membawa "penderitaan dan kehancuran yang luar biasa" sebagaimana penderitaan di Gaza yang menelan korban warga sipil tak berdosa, terutama anak-anak, yang membayar harga terberat. 

"Ini adalah pengingat yang tajam bahwa ketika perdamaian dilanggar, korban jiwa tidak hanya ditanggung oleh negara-negara tetapi juga oleh rakyat biasa yang hidupnya terkoyak," ujarnya. 

Baik dalam pemeliharaan perdamaian, pencegahan konflik, maupun respons kemanusiaan, efektivitas multilateralisme yang lebih besar terjadi "ketika perempuan berpartisipasi penuh" karena suara dan kepemimpinan mereka "memperkuat komunitas kita dan membuat perdamaian langgeng".

Oleh karena itu, Thailand berharap terpilihnya Annalena Baerbock sebagai presiden Majelis akan "menginspirasi kita semua untuk memajukan agenda perempuan PBB dengan tekad yang lebih besar". 

Ia mendesak respons global terhadap tantangan transnasional terhadap bencana dan migrasi yang dipicu konflik, menyebutnya sebagai "ujian bersama yang tidak dapat dipecahkan oleh satu negara pun sendirian". 

Dan karena "kejahatan tanpa batas menuntut kerja sama tanpa batas", dunia harus bekerja sama untuk menjaga keamanan rakyatnya. 

Beralih ke situasi dengan negara tetangga Kamboja, ia mencatat bahwa meskipun negara itu terus menggambarkan dirinya sebagai korban dan menyajikan versinya sendiri tentang berbagai kejadian – sebuah perkembangan yang membuatnya menulis ulang pidatonya – "kita tidak dapat menjauh satu sama lain," karena kita adalah bagian dari keluarga ASEAN yang sama.

Namun, desa-desa yang dibicarakan oleh perwakilan Kamboja sebelumnya hari ini berada di wilayah Thailand dan meskipun konflik internal bersejarah telah berakhir, "desa-desa Kamboja telah meluas selama beberapa dekade", dengan protes dan permintaan berulang dari Thailand terhadap perambahan ini diabaikan. 

Menyelesaikan situasi ini menuntut komitmen dan tindakan tulus dari kedua belah pihak. "Jangan ada keraguan bahwa Thailand selalu, dan akan selalu menjunjung tinggi perdamaian, dan akan melakukan segala yang kami bisa untuk menemukan penyelesaian damai atas masalah yang ada dengan Kamboja," ujarnya. 

Dengan menekankan bahwa perubahan iklim "memperlebar kesenjangan antara si kaya dan si miskin", ia menyerukan dukungan internasional yang lebih kuat untuk mengatasi fenomena ini.

Share: