COP30 Dibuka di Brasil dengan Seruan Bersatu Atasi Krisis Iklim, AS Tak Kirim Utusan

Sekitar 50.000 orang diperkirakan akan menghadiri KTT iklim 12 hari di kota Belem, Brasil.


Brasil, Suarathailand- Konferensi perubahan iklim tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP30) ke-30 telah dimulai di kota Belem, Brasil, dengan para pemimpin yang menyerukan agar negara-negara mengambil pendekatan bersatu melawan pemanasan global.

“Di arena COP30 ini, tugas Anda di sini bukanlah untuk saling bertarung – tugas Anda di sini adalah untuk melawan krisis iklim ini, bersama-sama,” ujar kepala iklim PBB, Simon Stiell, kepada para delegasi pada hari Senin.

Sekitar 50.000 orang dari lebih dari 190 negara diperkirakan akan menghadiri acara 12 hari tersebut, yang diadakan di tepi hutan hujan Amazon Brasil.

Menanggapi konferensi tersebut, Stiell mengatakan bahwa perundingan iklim sebelumnya telah membantu, tetapi masih “banyak pekerjaan yang harus dilakukan”.

Kepala iklim PBB mencatat bahwa negara-negara harus bergerak "jauh, jauh lebih cepat" dalam menurunkan emisi gas rumah kaca. "Meratap bukanlah strategi. Kita butuh solusi," ujarnya.

Komentarnya muncul ketika analisis terbaru PBB terhadap rencana iklim negara-negara menemukan bahwa pengurangan yang dijanjikan jauh lebih rendah dari penurunan yang dibutuhkan pada tahun 2035 untuk membatasi suhu hingga 1,5C (2,7F) di atas suhu pra-industri.

Jika ambang batas ini dilanggar, dunia akan mengalami dampak yang jauh lebih parah daripada yang telah terjadi sejauh ini, kata para ahli.

"Perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan. Ini adalah tragedi masa kini," tegas Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva di awal COP30.

Pemimpin Brasil mengutuk mereka yang berusaha melemahkan upaya penanggulangan krisis iklim.

"Mereka menyerang institusi, mereka menyerang sains dan universitas," katanya. "Sudah waktunya untuk memberikan kekalahan baru kepada mereka yang menyangkal perubahan iklim."

Amerika Serikat tidak mengirimkan delegasi apa pun ke COP30 sesuai dengan sikap anti-perubahan iklim Presiden Donald Trump.

Share: