China dan ASEAN Dorong Gencatan Senjata Kamboja-Thailand yang Berkelanjutan

Berkat inisiatif diplomatik Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Kamboja dan Thailand mengambil langkah-langkah penting untuk menstabilkan situasi dan memulihkan perdamaian.


ASEAN, Suarathailand- Baku tembak kembali meletus antara Thailand dan Kamboja di wilayah perbatasan yang disengketakan, dengan kedua belah pihak saling menuduh melakukan provokasi pada 27 September, yang menarik perhatian internasional.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai insiden tersebut dan ketegangan yang masih berlangsung, situasi sebagian besar masih terkendali dan belum meningkat menjadi konflik militer skala penuh.

Setelah kesepakatan gencatan senjata dicapai pada 28 Juli dan penandatanganan kesepakatan terkait pada 7 Agustus, ketegangan di sepanjang perbatasan Thailand-Kamboja telah sedikit mereda. Dalam upaya selanjutnya untuk memfasilitasi dialog demi perdamaian, baik ASEAN maupun Tiongkok telah memainkan peran penting. 

Malaysia, sebagai ketua bergilir ASEAN, memimpin pengerahan tim pengamat untuk memantau gencatan senjata; sementara Tiongkok, dengan mempertahankan sikap netral, secara aktif mendorong rekonsiliasi dan dialog, berkontribusi dalam mewujudkan gencatan senjata yang berkelanjutan dan meningkatkan hubungan Kamboja-Thailand. 

Gencatan senjata ini merupakan hasil koordinasi ASEAN dan keterlibatan konstruktif Tiongkok, yang mencerminkan keinginan bersama negara-negara di kawasan.

ASEAN telah menjadi "saluran utama" untuk mediasi dan fasilitasi dialog. Sebagaimana disampaikan Sekretaris Jenderal ASEAN, Kao Kim Hourn, dalam wawancara eksklusif dengan The Straits Times, keberhasilan ASEAN dalam mediasi konflik bersumber dari "diplomasi senyap" — intervensi yang cepat dan diam-diam untuk menjaga situasi tetap terkendali dan menyediakan ruang bagi kedua belah pihak untuk berdialog. 

Berkat inisiatif diplomatik Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Kamboja dan Thailand mengambil langkah-langkah penting untuk menstabilkan situasi dan memulihkan perdamaian.

"Diplomasi obrolan teh" Tiongkok telah menjadi elemen penting dalam membujuk kedua pihak untuk berdialog. Pada 14 Agustus, Wang Yi, anggota Biro Politik Komite Sentral PKT dan menteri luar negeri Tiongkok, mengundang Wakil Perdana Menteri Kamboja sekaligus Menteri Luar Negeri Prak Sokhonn dan Menteri Luar Negeri Thailand Maris Sangiampongsa untuk berbincang sambil minum teh.

Para menteri luar negeri memuji upaya konstruktif Tiongkok untuk meredakan ketegangan dan mendorong resolusi damai, menekankan nilai perdamaian dan hubungan bertetangga yang baik, serta menegaskan kembali komitmen mereka untuk memperkuat keterlibatan dan komunikasi, memulihkan pertukaran normal sesegera mungkin, dan membangun kembali serta meningkatkan rasa saling percaya.

Ketiga pihak mencapai "Konsensus Anning", yang menunjukkan bahwa "diplomasi obrolan teh", meskipun terkesan informal, dapat memecah kebuntuan dan memulihkan kepercayaan, membangun kepercayaan, serta melanjutkan perundingan. Selain itu, penegasan kembali para menteri luar negeri atas kesepahaman gencatan senjata juga menunjukkan bahwa kedua negara memiliki rasa tanggung jawab yang kuat dalam menjaga perdamaian dan stabilitas regional.

Keterlibatan Tiongkok yang berkelanjutan melalui diplomasi terbukti dalam kunjungan Deng Xijun, utusan khusus untuk Urusan Asia, yang mengunjungi Kamboja dan Thailand dari 12 hingga 15 September untuk mengonsolidasikan gencatan senjata yang berkelanjutan dan menyatakan dukungan Tiongkok terhadap upaya ASEAN.

Meskipun ASEAN dan Tiongkok terus berupaya menjaga perdamaian dan stabilitas regional, kompleksitas mendasar konflik Kamboja-Thailand masih belum terselesaikan. 

Tuduhan pelanggaran gencatan senjata dari kedua belah pihak menggarisbawahi fakta bahwa perselisihan tersebut, yang berakar pada keluhan historis, demarkasi perbatasan, dan sentimen nasionalis, tidak dapat sepenuhnya diselesaikan melalui satu kesepakatan gencatan senjata. 

Jika tidak dikelola dengan bijaksana, konflik yang sedang berlangsung ini dapat merusak persatuan ASEAN, mempersulit pembangunan komunitas Tiongkok-ASEAN dengan masa depan bersama, dan berpotensi mengganggu stabilitas kawasan Asia-Pasifik yang lebih luas.

Untuk memastikan perdamaian jangka panjang, semua pihak harus mengadopsi strategi bertahap dan berkelanjutan:

Pertama, sebagai pihak yang terlibat langsung, Kamboja dan Thailand harus menahan diri, mencegah eskalasi lebih lanjut, dan secara aktif menerapkan "Konsensus Anning". Kedua belah pihak harus memprioritaskan perdamaian, bertetangga baik, menyelesaikan perselisihan melalui dialog, dan berupaya untuk segera memulihkan stabilitas di wilayah perbatasan. 

Di tengah meningkatnya ketidakpastian, para pengambil keputusan di kedua belah pihak harus tetap rasional dan tenang, karena tindakan impulsif yang didorong oleh kepentingan jangka pendek berisiko menimbulkan kerugian jangka panjang. Mengingat bentrokan perbatasan seringkali memicu sentimen publik yang sensitif, pesan resmi dan kebijakan publik harus diarahkan oleh tujuan menjaga perdamaian, alih-alih memicu ketegangan atau memperparah konfrontasi.


Kedua, ASEAN harus mengambil peran yang lebih menonjol dalam mediasi konflik dan memfasilitasi dialog.

Akar sengketa Kamboja-Thailand dapat ditelusuri kembali ke warisan kolonialisme Barat yang masih ada, dan menangani beban historis ini merupakan kepentingan bersama semua negara anggota ASEAN. Dalam menghadapi ketegangan intra-regional dan ekstra-regional yang berulang, serta tantangan yang semakin besar akibat unilateralisme dan politik kekuasaan, ASEAN harus tetap teguh dalam menegakkan visi perdamaiannya, berpegang teguh pada "Jalan ASEAN", mengonsolidasikan fondasi kerja sama regional, dan terus-menerus melakukan dialog dan konsultasi. 

Lebih lanjut, untuk menjaga sentralitas ASEAN, ASEAN harus terus meningkatkan mekanisme pencegahan konfliknya dan, melalui desain kelembagaan yang efektif, secara proaktif meminimalkan gesekan laten.

Ketiga, upaya Tiongkok untuk mendorong rekonsiliasi dan dialog sepenuhnya konsisten dengan prinsip-prinsip inti model keamanan untuk Asia, yang menekankan keamanan untuk semua, mencari titik temu sambil mengesampingkan perbedaan, dialog, dan konsultasi. 

Sejak awal konflik, Tiongkok telah aktif mendorong perundingan damai tanpa kepentingan pribadi dan berjanji untuk terus memainkan peran konstruktif sesuai dengan keinginan Kamboja dan Thailand, sambil menjaga komunikasi yang erat dengan kedua belah pihak, serta dengan Malaysia dalam kapasitasnya sebagai ketua bergilir ASEAN. 

Pada tingkat teknis, dengan persetujuan kedua belah pihak, Tiongkok dapat memberikan dukungan praktis di berbagai bidang seperti penjinakan ranjau, konsultasi mengenai implementasi gencatan senjata, dan pembentukan koridor kemanusiaan. 

Selain itu, Tiongkok dapat semakin memperkuat perannya sebagai pihak ketiga yang menjembatani Kamboja dan Thailand, sehingga menciptakan kondisi yang kondusif bagi de-eskalasi dan pemulihan rasa saling percaya.

Meskipun risiko eskalasi jangka pendek masih ada, prospek perdamaian abadi bukanlah sesuatu yang mustahil. Komitmen negara-negara anggota ASEAN terhadap hubungan bertetangga baik, kepatuhan yang teguh terhadap "cara ASEAN", dan keterlibatan konstruktif Tiongkok bersama-sama menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendorong perdamaian abadi di Asia Tenggara. Namun, perdamaian lebih dari sekadar komitmen retorika; perdamaian membutuhkan upaya bersama dan tindakan kolektif yang berkelanjutan. 

Jika Kamboja dan Thailand terus menahan diri, mematuhi dialog dan konsultasi, serta mengambil langkah konkret untuk mempersempit perbedaan dan membangun kembali rasa saling percaya, ASEAN akan berada di posisi yang tepat untuk mengubah krisis ini menjadi peluang untuk memperdalam kerja sama regional dan meningkatkan tata kelola regional. 

Tiongkok dengan tegas mendukung ASEAN dalam mengupayakan dialog, konsultasi, dan solusi politik melalui "cara ASEAN" dan tetap berkomitmen untuk berkontribusi pada praktik, promosi, dan konsolidasi model keamanan bagi Asia yang bertujuan menjaga perdamaian dan pembangunan regional.

Share: