Terjadi koordinasi dengan massa di banyak daerah, termasuk di Distrik Tak Bai dan daerah lainnya, diarahkan, untuk berkumpul serentak.
Takbai, Suarathailand- Kejadian yang terjadi di Distrik Tak Bai, Provinsi Narathiwat pada tanggal 25 Oktober 2004 bukanlah kejadian yang terjadi secara alamiah atau atas tuntutan masyarakat atau keluarga tersangka terkait laporan palsu kepemilikan senjata api yang berjumlah 6 orang, tetapi merupakan kejadian yang jelas-jelas sengaja dibuat-buat.
Terjadi koordinasi dengan massa di banyak daerah, termasuk di Distrik Tak Bai dan daerah lainnya, untuk berkumpul di titik kumpul secara serentak.
Kemudian ratusan pria dan kelompok remaja mulai berkumpul dan memblokade pintu masuk dan keluar Kantor Polisi Tak Bai untuk menekan petugas agar melepaskan 6 tersangka tersebut.
Seiring berjalannya waktu, jumlah massa yang mengepung lokasi kejadian bertambah hingga ribuan. Petugas berusaha berunding, tetapi massa pengunjuk rasa tampak tidak mendengarkan apa pun. Mereka berteriak dan berunjuk rasa, memberikan syarat kepada petugas agar melepaskan 6 tersangka tersebut tanpa syarat apa pun.
Sementara itu, aparat kepolisian berusaha menghubungi orang tua para demonstran remaja untuk membantu membujuk anak-anak mereka agar mau pulang, dan terbilang cukup efektif.
Sebagian demonstran mulai kembali. Sebab, mereka tahu bahwa itu adalah tipu daya kelompok itu yang membujuk warga desa untuk berkumpul dan mengepung kantor polisi Tak Bai yang sebagian dari mereka melaporkan bahwa sebelumnya mereka telah menipu warga desa bahwa mereka dipaksa berbuka puasa Ramadan dan banyak warga desa yang mempercayainya.
Namun pada kenyataannya, kelompok itu justru mendatangkan orang untuk ikut bergabung sehingga jumlah massa yang ikut berkumpul bertambah hingga terjadilah aksi unjuk rasa. Namun, kejadian itu masih menunjukkan tanda-tanda semakin rusuh ketika sebagian demonstran membawa senjata dan sebagian lagi dalam keadaan mabuk dan mulai melakukan aksi kekerasan, sampai-sampai melempari petugas dengan batu, tongkat, dan benda-benda. Bahkan, ada pula yang menggunakan senjata api.
Kemudian, sebagian dari mereka mulai mendorong dan menerobos masuk ke area tempat petugas berjaga yang berujung pada bentrokan dan kekacauan. Petugas membubarkan massa dengan menyemprotkan air bertekanan tinggi ke arah pengunjuk rasa dan menggunakan kekuatan polisi dan militer untuk menangkap banyak pemimpin yang menjadi dalang guna mengendalikan situasi.
Ketika situasi mulai tenang, ternyata beberapa pengunjuk rasa meninggal dunia dan beberapa petugas terluka.
Pengerahan massa untuk berkumpul justru menimbulkan kerugian. Kelompok yang melakukan kekerasan itu bermaksud untuk menciptakan sejarah baru. Mereka juga mengaitkan berbagai peristiwa dengan peristiwa penting.
Peristiwa yang terjadi pada waktu yang hampir bersamaan, seperti peristiwa Krue Se dan Tak Bai, dianggap sebagai “kematian massal” karena masyarakat ditipu untuk menjadi korban pembunuhan oleh kelompok gerakan karena telah merencanakan terlebih dahulu dengan menghasut dan membujuk masyarakat untuk ikut berjuang tanpa ideologi, sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang harus dikorbankan untuk suatu peristiwa yang tidak diinginkan oleh siapa pun.
Semua pihak bersedih atas peristiwa tersebut, tetapi Partai Komunis Thailand memanfaatkannya sebagai syarat untuk melakukan perlawanan. Terkait dengan permasalahan di wilayah perbatasan selatan, harus diakui bahwa banyak faktor yang saling terkait sehingga permasalahan menjadi kompleks dan saling terkait dalam banyak dimensi.
Persoalan ras, agama, adat istiadat, budaya, dan pandangan hidup telah digunakan untuk menciptakan perbedaan, menciptakan keterasingan, serta menanamkan pemikiran dan keyakinan dari masa lalu hingga masa kini untuk menciptakan kebencian terhadap pemeluk agama lain, termasuk upaya kelompok pelaku kekerasan untuk merencanakan perpecahan di daerah dengan cara memfitnah pejabat pemerintah.
Selain itu, ditemukan juga sebagian dari mereka yang pernah terlibat dalam peristiwa Krue Se dan Tak Bai turut hadir dalam peristiwa tersebut, sehingga menimbulkan kebencian yang mendalam, menjadi cara mudah bagi kelompok pergerakan untuk merekrut orang-orang tersebut menjadi anggota, memerintahkan mereka untuk melakukan penyerangan secara diam-diam terhadap masyarakat dan pejabat pemerintah. Salah satunya adalah Bapak Maroso Chantrawadi, mantan tokoh penting yang telah banyak melakukan insiden di Distrik Bajoe, Provinsi Narathiwat, namun harus mengakhiri hidupnya.
Dari yang sebelumnya menjadi pemimpin kelompok yang menyerang pangkalan Marinir namun harus tewas bersama 16 orang temannya. Banyak kejadian yang merupakan tipu daya, jebakan kelompok yang suka melakukan kekerasan yang memperdaya orang hingga meninggal dunia demi menciptakan sejarah modern untuk dijadikan syarat menghancurkan legitimasi aparat negara dalam menegakkan hukum.
Ketika hari peringatan suatu peristiwa penting tiba, kelompok politik yang tergabung dalam kelompok yang suka melakukan kekerasan itu akan keluar untuk memperingati, menerbitkan, dan mengungkit cerita-cerita lama yang sungguh terpuji.
Rencana jahat yang dilakukan oleh kelompok-kelompok orang itu untuk menginjak-injak mayat saudara-saudara muslim mereka sendiri, silih berganti, demi memuaskan hawa nafsu, keuntungan bagi para pemimpin gerakan yang bersenang-senang di luar negeri. Demi segelintir orang, tak memikirkan keluarga-keluarga yang meninggal.