Jokowi telah memberikan perintah tentang pengambilalihan ruang kendali udara Kepri dan Natuna dari Singapura sejak 2015.
Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong mencapai kesepakatan terkait pengambil alihan ruang udara (Flight Information Region/FIR) di Natuna, Kepulauan Riau
Pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia Chappy Hakim menyatakan sudah sejak lama wilayah udara kedaulatan Indonesia selama tidak berada dalam genggaman komando dan kontrol otoritas negeri sendiri. Kondisi ini terjadi sejak 1946.
Chappy menambahkan ruang udara di perairan Kepulauan Riau merupakan posisi perbatasan banyak negara sehingga menjadi rawan dan justru berada dalam kekuasaan otoritas penerbangan asing. Wilayah udara kedaulatan Indonesia di sekitar Selat Malaka yang sangat strategis itu sarat dengan masalah.
Contohnya, pesawat asing yang dapat masuk wilayah RI tanpa Flight Clearance, karena diberikan izin melintas oleh otoritas penerbangan setempat, dalam hal ini FIR Singapura.
“Itu sekadar contoh saja dari sekian banyak permasalahan serius berkait dengan pertahanan keamanan negara dalam aspek penerbangan liar dan tanpa izin yang dapat dengan mudah melintas di wilayah udara kedaulatan kita,” terangnya persnya.
Chappy berpendapat, yang paling parah, Singapura telah menetapkan secara sepihak kawasan danger area di wilayah kedaulatan RI yang berarti juga melarang pesawat-pesawat terbang Indonesia melintas di rumahnya sendiri.
Sebenarnya, Presiden Jokowi telah memberikan perintah tentang pengambilalihan FIR Singapura sejak 2015. Kepala Negara telah meminta agar segera mengelola sendiri wilayah udara kedaulatan RI di atas perairan Kepulauan Riau.
Sebelumnya, tercantum dalam UU Penerbangan No. 1/2009 tentang pengambilalihan FIR Singapura. Bahkan sudah ada Peraturan Menteri yang dikeluarkan pada 2016 berisi tahapan pengambilalihan FIR Singapura.
Dia menuturkan ada beberapa kemungkinan penyebab keengganan untuk menyelesaikan pengambilalihan FIR tersebut. Misalnya, angapan bahwa Singapura adalah investor terbesar di Indonesia yang membantu kondisi keuangan negara.
"Kemungkinan lainnya, bisa saja ada agenda tertentu yang sedang berproses dalam perjalanan proyek-proyek berkaitan dengan kewenangan otoritas penerbangan Singapura di wilayah kedaulatan Indonesia," ujarnya. (bisnis)